Minggu, 21 Maret 2010

No More “Ngantuk” Ketika Kuliah Siang!!

Kuliah siang memang jadi cobaan tersendiri bagi kita. Cuaca panas, suasana yang pengap, ditambah lagi tenaga yang udah abis karena seharian kuliah, benar-benar kombinasi yang tepat buat menimbulkan rasa ngantuk. Tapi kini ada solusi yang tepat biar bisa survive kuliah siang. Serangan kantuk dijamin gak akan mempan. Untuk itu harus dimulai dengan niat yang tulus dan ikuti tips-tips di bawah ini:

1. Usahakan mandi dari rumah. Biar seger dan wangi . Karena ada kemungkinan salah satu penyebab kantuk adalah masih menempel nya kuman-kuman di badan kita.
2. Datanglah maksimal 15 menit sebelum dosen datang. Kenapa? karena kalo datang 2 jam sebelumnya dikhawatirkan serangan kantuk akan berakumulasi dan efektif mancing kita buat tidur sewaktu kuliah.
3. Usahakan duduk paling depan. Umumnya kalo kita duduk di barisan depan kemungkinan sedikit lebih memperhatikan dosen ketimbang kalo duduk di belakang. Duduk di depan juga lumayan buat nyari muka di depan dosen.
4. Ngemut permen kopi. Kalo bisa sih sebenarnya bawa aja segelas kopi tubruk, biar lebih ampuh. Tapi daripada diusir keluar kelas, ngemut permennya aja udah cukup kok.
5. Terakhir nih, bawa gadget. Bukan berarti boleh tenggelam FB-an atau browsing sementara kuliah. Tapi gak ada salahnya juga kalo dengerin musik lewat earphone kalo lagi dikasih waktu buat bikin tugas, itung-itung ngelatih pendengaran juga.


Gimana tipsnya?? Oke donk? Makanya buruan dicoba dan rasakan sensasinya!!!

Peternakan Punya Cerita

Berdiri sejak 23 Maret 1963 melalui Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan No. 25 tahun 1963 menjadikan Fakultas Peternakan satu dari dua fakultas eksakta pertama yang didirikan di Universitas Jambi. Meskipun demikian pada saat ini, Fakultas Peternakan kurang diminati oleh calon mahasiswa baru. Biasanya Fakultas Peternakan dijadikan sebagai pilihan kedua atau ketiga, jarang sekali calon mahasiswa baru yang menjadikannya sebagai pilihan utama.
Fakultas Peternakan memang kurang populer dibandingkan dengan fakultas-fakultas lain di Universitas Jambi. Bukan karena rendahnya mutu atau kualitas lulusan, tapi karena calon mahasiswa baru yang belum mengenal dengan jelas Fakultas Peternakan atau bahkan tak tahu target mereka setelah lulus dari fakultas ini.
Kurang populer juga karena asumsi awal kita pada Fakultas Peternakan kurang baik. Praktikum di kandang sering dipikir sebagai kegiatan yang tidak mengenakkan. Harfiansyah (mahasiswa fakultas peternakan ’08) harus sering ’menebalkan’ telinga mendengar komentar mahasiswa Fakultas lain di berbagai kesempatan yang mempertemukan mereka, seringkali dia diolok: ”Hei... baru dari kandang nih!”
”Kalau saja mereka mengerti, Fakultas Peternakan adalah fakultas yang paling lengkap ilmunya.” Pernyataan ini disampaikan oleh ketua MAM Indra Furqon, kemudian dibenarkan oleh bapak Dr.Ir.Suryono,M.Si¬¬ Pembantu Dekan III Fakultas Peternakan. Hal ini dimaksudkan setelah lulus kuliah mahasiswa Fakultas Peternakan mempunyai dua pilihan dalam karier mereka, menjadi pegawai negeri sipil sesuai dengan disiplin ilmu mereka atau berwirausaha dengan keterampilan yang telah mereka miliki.
Ada pernyataan lain tentang alasan mengapa Fakultas Peternakan tak sepopuler fakultas lainnya, yaitu karena Fakultas Peternakan adalah fakultas eksakta. Akan sangat sulit jika mahasiswanya tidak menguasai konsep-konsep dasar ilmu eksakta. Meskipun demikian, banyak juga alasan mengapa kita tidak boleh memandang Fakultas Peternakan sebelah mata. Diantaranya, Fakultas Peternakan mempunyai empat orang profesor sebagai tenaga pengajar. Jelas sangat mempengaruhi mutu mahasiswa mereka. Ilmu yang didapat akan sangat mendalam. Selanjutnya dengan jadwal praktikum yang padat, mahasiswa peternakan tumbuh menjadi mahasiswa yang disiplin. Sebab jika tidak demikian, mereka harus siap dengan konsekuensi nilai yang buruk. Pengalaman diluar kelas, seperti dikandang peternakan mempunyai keasyikan sendiri bagi mereka.
Mahasiswa peternakan yang cukup potensial, pada akhirnya perlu didukung oleh berbagai fasilitas. Tak cukup hanya dengan kehadiran tenaga pengajar yang berkredibilitas tinggi. Faktor kenyamanan kuliah mulai dari ruang kelas yang belum ber¬AC, kursi mahasiswa yang tergolong ’berumur’, peralatan laboratorium yang belum sepenuhnya lengkap, hal-hal demikian diharapkan untuk diperhatikan. Setelah semua faktor penunjang tersebut dipenuhi, tentunya akan menciptakan kenyaman dalam melaksanakan perkuliahan yang tentunya dapat meningkatkan prestasi mahasiswanya. Tak menutup kemungkinan bahwa suatu saat nanti Fakultas Peternakan menjadi fakultas yang populer dan diminati banyak calon mahasiswa baru.

”Kita ini calon-calon S.Pt (Sarjana Peternakan). S.Pt itu bukan gelar yang biasa. Kita ini orang-orang mulia yang akan selalu setia pada Tuhan.” Tambah Harfiansyah.

(Silvina Yuza)

Bintang UNJA edisi 8


Profil Cherlida Riyandani

Perasaan tak percaya ketika, terpilih mewakili Propinsi Jambi di ajang Pemilihan Puteri Indonesia tahun 2009, sempat menghampiri Cherlida Riyandani atau akrab disapa Icher saat malam final di Jambi. Pasalnya Icher merupakan pendaftar terakhir saat seleksi di Jambi. Saat itu belum ada yang mewakili Kabupaten Muaro Jambi. Dinas Pariwisata lalu meminta Icher untuk mewakili Muaro Jambi. Ia mengatakan,”bahwa semua persiapan serba kepepet. Hal ini sempat membuatnya tak yakin akan terpilih. Namun, Icher mengikuti semua tahapan seleksi di Jambi dengan lancar. Saat pengumuman, namanyalah yang disebut sebagai pemenang.Betapa senangnya perasaan alumni siswa SMA N 1 Jambi ini.
“Saya senang banget mewakili Jambi di Putri Indonesia sebelumnya saya tidak pernah mimpi untuk jadi finalis.” Ujarnya
Sesampai di Jakarta, bersama finalis dari berbagai daerah propinsi di Indonesia Icher dikarantina. Mendapatkan pembekalan-pembekalan dari pakar public speaking merupakan salah satu pengalaman berharga baginya. Mereka banyak diberikan pembekalan kepribadian dan serangkaian tes mental selama 10 hari menjelang malam final.
Malam final Pemilihan Puteri Indonesia di Jakarta benar – benar membuatnya gugup.Namun, itu tak menyurutkan langkahnya. “Saat saya melangkahkan kaki keluar dari balik panggung, perasaanku campur aduk. Senang, deg-deg gan sekaligus beban mewakili Jambi. Tapi perasaan itu hilang, setelah mata saya menangkap sosok mama, papa dan dua adik saya.”
Kehadiran keluarga menjadi penambah rasa percaya diri Icher. Walaupun masih ada sedikit beban yang mengganjal, karena sebelumnya Jambi belum pernah masuk 10 besar. Malam itu Icher memang tidak membawa pulang mahkota Puteri Indonesia, tapi pengalaman dan pelajaran berhargalah yang disimpannya dan ia berjanji akan membaginya pada orang lain.
Melirik kebelakang, dari kecil Icher memang sudah menunjukkan bakatnya diatas panggung. Semasa TK Icher sering menari di acara-acara sekolahnya. “Suka show off” katanya tergelak. Icher juga pernah jadi mayoret drumband SMP N 7 Jambi dan bergabung dalam team Cheerleader SMA N 1 Jambi. Menjadi Finalis Putri Indonesia adalah satu dari prestasi-prestasi yang pernah diraihnya. Sebelumnya Icher pernah menarikan Tari Melayu Jambi di Istana Negara tahun 2004, menjadi Gadis Jambi 2005, dan tahun 2007 Icher menjadi finalis Model Indonesia dari Jambi.
Di mata sang adik, Resta Anduarini, Icher merupakan kakak yang ramah, baik, suka menolong. “ Sebagai anak paling tua Icher sering memberi nasihat dan masukan kepada saya. Walaupun terkadang, dia agak cerewet, hehe”. Jarak usia lima tahun antara Icher dan Resta tidak membuat mereka tak akrab. “Kami sering jalan bareng dan curhat-curhatan.”
Tak jauh berbeda dengan pendapat sang adik, sahabat Icher,Beatrice Chelly Setiyu, saat ditanyai tentang pribadi Icher, “ Icher adalah sahabat yang care sama orang lain. Disamping itu dia juga mandiri, dia juga punya keinginan yang kuat untuk memperoleh apa yang di inginkan. Icher juga tipe orang yang selalu tepat janji, dan low profile” ungkapnya
Ketika kami tanya pendapatnya tentang wanita di Jambi, Icher mengatakan ”Sudah banyak kemajuan, kita lihat saja jumlah dosen wanita di Universitas Jambi saat ini, persentase mereka sudah cukup besar. Hal tersebut merupakan suatu apresiasi bahwa pendidikan untuk kaum wanita sudah mengalami kemajuan.”

Dari pengalamannya, Icher mengatakan ” Seorang wanita itu harus pandai bicara, tapi pembicaraannya harus berisi. Rajin-rajin deh baca buku dan cari informasi di internet supaya wawasan tambah luas. Wanita juga harus percaya diri dengan segala apa yang dia punya. Jadilah diri kamu apa adanya .”
Saya sempat merenungkan kata terakhir Icher. Banyak sekali wanita yang sudah kehilangan “dirinya yang apa adanya” karena terseret arus perubahan zaman.
Ya, setiap wanita tercipta dengan keistimewaannya sendiri-sendiri.(Irna Christina & Dia Rizky Amalia Sari)

Lebih Dekat Dengan Perpustakaan UNJA

Gedung putih dengan atap tradisional Jambi, terletak sekitar 10 meter di sebelah kiri depan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan sekitar 6 meter tepat di depan Fakultas Hukum. Lahan parkirnya tak selalu penuh oleh kendaraan. Pintu kaca dengan kusen putih dan terali besi yang berfungsi sebagai pintu masuk untuk menyambut Anda.
Rak yang terbuat dari kayu berwarna coklat yang berfungsi sebagai temapt penitipan tas berada tepat di depan Anda.
Seseorang berseragam satpam duduk tak jauh dari rak penitipan tas tersebut, menjaga sebuah meja tamu sebagai tempat pengunjung menuliskan namanya dalam buku pengunjung perpustakaan. Satpam itu bernama Kemas Arsyad. Pak Kemas segera menyambut saya dan rekan saya. Kami menitipkan tas kami dan berbincang sedikit dengan beliau.
”Wah... Pak, namanya mirip dengan nama rektor kita.” canda kami padanya.
Pak Kemas tersipu, ”ya, kebetulan saja,” kata beliau. Pak Kemas sudah bekerja selama dua tahun untuk menjaga perpustakaan Unja. Sebelumnya dia bertugas di Rektorat.Menurut beliau,”menjaga perpustakaan lebih santai, walaupun sering terasa capek karena harus mengawasi perpustakaan yang cukup besar.”
Sebenarnya tugas Pak Kemas dibantu oleh 4 kamera pengintai yang terletak di sudut ruangan perpustakaan utama. Namun, pengawasan harus tetap dilakukan secara langsung dengan berkeliling perpustakaan sewaktu pengunjung ramai. Pak Kemas lalu mempersilahkan kami masuk, setelah kami menuliskan nama dan menunjukkan kartu perpustakaan.

Kami menemui Kepala UPT Perpustakaan Unja, Syafri Syam SH. MH di ruang administrasi pustakawan. Beliau mempersilahkan kami duduk, dan mengenalkan kami dengan beberapa pustakawan yang sedang menyortir buku.
Ruangan administrasi ini cukup luas, ada sekitar 8 meja yang tersusun mengelilingi ruangan. Tapi hanya ada 1 unit komputer yang terletak di salah satu sudut ruangan. Warnanya sudah kusam dan tampaknya masih pentium 2 atau 3.
Pak Syafri Syam mempersilahkan kami mengelilingi perpustakaan untuk melihat fasilitas-fasilitas yang tersedia.Kami sempat bertanya kepada Beliau tentang perpustakaan Internasional UNJA. ”Perpustakaan Internasional UNJA saat ini sedang dalam tahap pembangunan. Perpustakaan 3 lantai itu akan dilengkapi dengan teknologi digital dan sistem informasi yang lebih modern, ”kata beliau.
Kepala Bidang Pelayanan Perpustakaan,yang baru saja menyelesaikan pasca sarjananya, Lutriani S.Sos, juga mengatakan hal yang sama mengenai perpustakaan internasional. Idealnya sebuah perpustakaan memiliki sistem otomasi, digital library, tenaga profesional pustakawan, dan disiplin yang tinggi dari setiap pegawai. Namun, perpustakaan UNJA belum memiliki semua itu. Beliau berharap ada kepedulian untuk meningkatkan kualitas SDM para pegawai perpustakaan

Eddi Herwanto, seorang pustakawan muda, menjelaskan pada kami fasilitas-fasilitas yang tersedia di perpustakaan UNJA. ”Saat ini ada sekitar 85.000 judul buku. Nah, di perpustakaan ini ada 5 titik layanan, yaitu: bagian sirkulasi (tempat meminjam dan mengembalikan buku), referensi dan tandon, skripsi, admistrasi dan tempat fotokopi.” Menurut Pak Eddi, ”Minat baca mahasiswa agak kurang,kalau sudah sibuk nyusun skripsi baru ke perpustakaan”



Selain itu, para dosen jarang sekali menugaskan mahasiswa ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas. Ini juga merupakan suatu kendala, kurangnya kerja sama antar unit di lingkungan UNJA. Banyak mahasiswa yang belum mengembalikan buku yang mereka pinjam, tapi bisa mengambil ijazah, padahal salah satu syarat administrasi menyelesaikan studi adalah bebas pustaka.
Pak Eddi menambahkan, ”Seharusnya ada kerjasama antara perpustakaan dengan tv-e dalam meningkatkan minat baca.” Ketika kami ceritakan tentang komentar mahasiswa yang mengatakan buku di perpustakaan tidak lengkap, dengan tegas Eddi menjawab, ”jangan mengatakan tidak ada! Kami selalu siap membantu mahasiswa untuk menemukan buku yang mereka inginkan. Jika memang tidak ada disini, kami bisa memberi tahu dimana buku itu ada, misalnya di perpustakaan wilayah atau perpustakaan kota.”
Hal ini merupakan salah satu kesempatan yang kurang dimanfaatkan oleh para mahasiswa di UNJA.Para mahasiswa tidak mau bertanya pada pustakawan tentang buku yang mereka perlukan. Dengan transparan Pak Eddi menyampaikan beberapa sarannya untuk kemajuan perpustakaan, ”Beri tempat untuk pustakawan menulis artikel, lebih seringlah berkunjung ke perpustakaan, usulkan buku-buku yang kalian butuhkan pada kami dan jangan malu bertanya pada kami untuk mendapatkan informasi buku-buku yang sedang Anda cari.”
Seperti kata peribahasa”Adat teluk timbunan kapal”, bertanyalah pada yang banyak tahu.



NB:
Fakta perpustakaan:
1. Pengunjung terbanyak adalah mahasiswa FKIP
2. Pengunjung tersedikit adalah mahasiswa peternakan
3. Dari tahun 1980an sampai sekarang, ada ribuan buku yang tak tau dimana rimbanya.Segera kembalikan buku yang Anda pinjam,karena buku tersebut bukan milik kita tapi milik negara.

(Irna Christina)

Beasiswa Untuk Mahasiswa Mampu?

Beasiswa seharusnya diperuntukkan bagi mahasiswa tidak mampu, yang secara ekonomi kesulitan untuk membiayai kehidupannya. Bila yang terjadi di lapangan adalah mahasiswa mampu menerima beasiswa, maka lain cerita. Bagaimana pihak akademik menanggapi hal ini?
Pada tahun 2009 lalu, tercatat ada 14 beasiswa yang disediakan oleh Universitas Jambi untuk mahasiswanya. Beasiswa yang paling banyak diikuti adalah BBM, PPA, PT. Djarum, Diknas, dan Eka Tjipta Foundation. Meski begitu mahasiswa mengambil peluang lebih untuk mendapatkan beasiswa. Faktanya, banyak mahasiswa mampu yang mengambil beasiswa, sedangkan beasiswa harus melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) sebagai persyaratannya.
Pak Yusuf selaku Ketua BAAPKSI, memaparkan fenomena ini.
“Kami menargetkan penerima beasiswa BBM/PPA tahun ini sebanyak 2800 calon penerima. Kalau beasiswa Conoco Philip, menjelaskan bahwa ‘mahasiswa layak menerima beasiswa karena tidak mampu’. Hal ini sudah tersiratkan bahwa beasiswa memang mensyaratkan tidak mampu,” ujarnya.
Ia pun melanjutkan bahwasanya semua beasiswa memang mencantumkan surat keterangan tidak mampu sebagai syarat untuk menerima beasiswa. Ia berkata, “Donatur dari pemberi beasiswa memang mencantumkan SKTM sebagai persyaratannya. Kita tidak bisa mengubah keputusan tersebut.”
Adanya fenomena mahasiswa mampu yang mengambil beasiswa, Pak Yusuf mengatakan ini kembali pada diri masing-masing mahasiswa. Berikut TROTOAR kutip pernyataan beliau mengenai hal ini.
“Kurang mampu itu relatif, tergantung dimana yang bersangkutan berada, serta lingkungan dan tanggungan. Jadi, kembali pada diri masing-masing, apakah mampu atau tidak? Kita tidak mungkin mengecek rumah satu per satu, jadi mahasiswa yang tidak mampu wajib melampirkan SKTM, dan SKTM ini dianggap sudah menjadi indikator mengenai kemampuan finansial masing-masing penerima beasiswa,” paparnya.
Meskipun begitu, ada beberapa beasiswa yang mengkhususkan untuk menerima mahasiswa berprestasi. Salah satunya PT. Djarum, Pak Yusuf mencontohkan.
“Lain halnya dengan beasiswa untuk mahasiswa berprestasi, ia tidak melampirkan SKTM. Dengan begini, kita sudah jelas mengetahui, beasiswa untuk mahasiswa tidak mampu atau mahasiswa berprestasi,” ujar pria ramah ini.
Ditemui di tempat berbeda, kru TROTOAR menyambangi salah satu penerima beasiswa PT. Djarum 2009/2010, Tri Hartono. Ia satu diantara lima orang penerima beswan (beasiswa Djarum, red). Ia berpendapat mengenai hal tersebut.
“Sebenarnya saya sendiri tidak tahu bagaimana pihak akademik mengklasifikasikan mahasiswa tidak mampu atau sebaliknya. Saya kecewa melihat fenomena seperti ini, karena orang yang tidak mampu bahkan tidak menerima beasiswa, sedangkan yang mampu malah mendapatkannya. Mungkin mereka kesulitan dalam mendapatkan SKTM atau surat keterangan gaji, maka tidak mengajukan beasiswa,” ungkap Tri.
Fenomena ini diharapkan Tri tidak terulang kembali. “Sadar dirilah bagi mahasiswa yang mampu. Alangkah baiknya jika beasiswa tersebut dihibahkan kepada mahasiswa yang benar-benar membutuhkan,” katanya.
Menangapi hal ini dari pihak dosen Ibu Rosyanti yang dimintai keterangannya via telepon mengaku kecewa mengetahui bahwa ada mahasiswa mampu yang justru menerima beasiswa.
“Jika benar di lapangan ditemukan adanya mahasiswa yang tidak layak menerima beasiswa ternyata tetap menerima, menurut saya itu adalah pelanggaran. Beasiswa mahasiswa tersebut sudah selayaknya dicabut.” Tukasnya.
Menurut keterangan beliau, PD 3 sebenarnya telah mengantisipasi hal demikian ini dengan memberikan tes wawancara bagi setiap calon penerima beasiswa. Namun, sewaktu TROTOAR mengkonfirmasikan hal ini kepada ketua BAAKPSI, ternyata yang menerapkan sistem ini hanya Fakultas Pertanian.
“Hal itu sebenarnya tergantung kebijakan fakultas. PD 3 Fakultas Pertanian melakukan hal demikian supaya beasiswa dapat dikontrol dan agar mahasiswanya mengenal PD 3 dari fakultasnya.” Katanya.
Ditanya mengenai harapan mengenai beasiswa ke depannya, Bu Rosyanti berharap agar mahasiswa yang mampu memberikan kesempatan pada yang benar-benar tidak mampu.
“Seharusnya beasiswa itu memang hanya diperuntukkan bagi mahasiswa tidak mampu. Masalah ini juga menyangkut etika, kejujuran mahasiswa yang menyalahi aturan seperti ini jelas dipertanyakan. Mahasiswa yang layak menerima beasiswa tentu yang mampu melengkapi persyaratan tanpa kecurangan yang demikian.” Jelas dosen yang pernah mengenyam pendidikan di UNJA ini.
Sejalan dengan Bu Rosyanti, Pak Yusuf juga memiliki harapan yang sama. Sudah seharusnya mahasiswa yang tidak mampu mendapatkan bantuan finasial untuk melanjutkan kegiatan kuliahnya. Beliau juga menginformasikan, demi memeperbesar peluang mahasiswa tidak mampu untuk menerima beasiswa, maka IP minimum yang akan disyaratkan dalam beasiswa BBM yang akan datang dapat turun menjadi 2.
“Mahasiswa yang kurang mampu itu terkadang memiliki IP yang rendah. Hal ini terjadi bukan karena ketidakmampuan mahasiswa dalam mengikuti pelajaran. Mahasiswa tidak mampu itu biasanya tidak memiliki waktu yang cukup untuk belajar. Banyak mahasiswa tidak mampu melakoni dua peran sekaligus, yaitu sebagai mahasiswa dan juga penopang finansial bagi dirinya sendiri, terutama bagi mahasiswa yang hidup mandiri. Hal ini mengakibatkan bisa saja proses kuliah si mahasiswa sedikit terganggu. Hal yang demikian inilah yang harus kita ayomi. Agar mahasiswa yang terjebak dalam kesulitan finansial namun mengalami hambatan dalam memperoleh IP yang tinggi tetap memiliki kesempatan untuk mendapatkan beasiswa.” Tutupnya mengakhiri pembicaraan. (Bela Moulina dan Cholidah)

Plagiarisme, what is it?

Oleh: Sopian Hidayat

Plagiat, budaya atau kebiasaan? Bagaimana praktik plagiat bisa tumbuh subur di negeri kita? Lalu apa yang harus kita lakukan?

Menjiplak mungkin sudah menjadi budaya di negara kita, mulai dari pendidikan dasar, perilaku negatif tersebut masih berkembang. Kalau kita tanya anak-anak sekolah, mulai dari sekolah dasar hingga menengah, perilaku tersebut masih sering di jumpai. Hal ini menjadi berkembang dan tumbuh subur di negara kita. Racun pembasminya masih sulit untuk di temukan.

Di perguruan tinggi misalnya, ketika mahasiswa dihadapkan pada masa ujian semester, kebanyakan mereka tidak percaya diri. Mereka lebih percaya kepada teman-temannya yang dianggap lebih pintar dari mereka, padahal hal itu belum tentu.

Banyak praktik plagiat yang dilakukan agar mereka bisa lulus menghadapi ujian. Apalagi sekarang sudah jamannya media online, setiap informasi bisa di update kapan pun dan dimanapun. Cara mencontek mereka lebih canggih jika dibandingkan jaman dulu. Apalagi sekarang era konvergen, semua going digital, cukup dengan alat yang simple dan mobile mereka mudah mencontek dengan cara yang lebih canggih.

Budaya inilah yang melekat di otak mereka hingga dewasa, karena sudah terbiasa dengan hal tersebut. Ini dijadikan sebagai landasan untuk mencapai segala sesuatu dengan mudah.

Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia terkait masalah plagiarisme, seperti 1.082 guru di Riau ketahuan menggunakan dokumen palsu untuk menjadi guru profesional, kasus seorang profesor yang ketahuan mengutip artikel ilmiah karya Carl Ungerer dari Australia, serta masih banyak praktik plagiarisme kita temukan di lingkungan akademis yang luput dari ekspose media masa.
Di kampus, mahasiswa yang ingin mendapatkan gelar S1, S2, dan S3 yang salah satu syaratnya adalah membuat tulisan ilmiah berupa skripsi, tesis, dan disertasi, juga tak luput dari plagiarisme. Bagi mahasiswa yang tidak memiliki keahlian dalam pembuatan tulisan tersebut, mereka akan menyerahkan kepada penerima jasa pembuatan tulisan ilmiah, mulai dari skripsi, hingga disertasi ada. Dengan tarif yang telah di tentukan mahasiswa mendapatkan gelar tersebut dengan mudah. Sehingga bisa kita lihat lahir sarjana-sarjana bertitel panjang tapi ilmunya sama dengan orang yang berpendidikan rendah. Ironisnya lagi jika orang seperti itu memegang kepemimpinan di pemerintahan, mau di bawa kemana bangsa kita, jika isi pemerintahan adalah para plagiator.

Maraknya kasus seperti ini terjadi dikarenakan kurang ketatnya pengawasan yang mengatur hal tersebut. Hendaknya diberikan sanksi tegas bagi para plagiator. Di perguruan tinggi misalnya, skripsi dengan mudah dibawa pulang oleh mahasiswa dengan alasan ingin mengambil contoh bentuk skripsi. Hal ini jika terjadi kepada mahasiswa yang malas, bisa saja skripsi tersebut digunakannya untuk dijiplaknya atau ditukarkan dengan mahasiswa perguruan tinggi lain. Isi dari tulisan tersebut dijiplaknya sebagian dengan hanya mengganti sebagian isi di dalamnya.

Menyikapi hal tersebut ada beberapa solusi yang bisa diterapkan. Pertama, penyadaran akan buruknya akibat yang ditimbulkan dari praktik plagiarisme. Proses penyadaran ini bisa dilakukan dengan cara sosialisasi tentang batas-batas yang diperbolehkan dalam mengutip hasil karya orang lain, serta akibat ditimbulkan dari perilaku tersebut yang sangat memalukan jika ketahuan. Kedua, karya yang ditulis dalam pembuatan suatu tulisan ilmiah harus menyertakan data-data terlampir serta sumber yang diperoleh agar terbukti keaslian data tersebut.

Ketiga, memberikan sanksi bagi para plagiator dengan tegas, karena menyangkut pencurian hasil karya orang lain. Hal yang ditimbulkan dari pencurian tersebut sangat mengecewakan pembuatnya. Kita yang bersusah payah membuat karya, malah orang lain yang dengan enaknya menjiplak karya tersebut. Untuk itu sanksi yang diberikan adalah bagaimana agar para plagiator tidak melakukan hal itu lagi.
Keempat, untuk para penerima jasa pembuatan tulisan ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi, hendaknya diberikan sanksi juga. Karena hal tersebut membuat mahasiswa menjadi malas untuk mengerjakan sendiri tulisan ilmiahnya. Seperti yang kita lihat, jasa pembuatan karya ilmiah bukan hal yang baru. Hal itu sudah terjadi sejak dulu, bahkan mereka dengan tanpa berdosa memasang iklan di media massa terkait jasa yang diberikannya. Hal ini juga harus diberantas.

Mudah-mudahan praktik plagiat bisa berkurang di negara kita, dengan dukungan semua pihak, mari kita cegah plagiarisme agar tidak bertambah menjadi budaya negatif bagi bangsa kita.

FAPERTA EVENTS

Fakultas pertanian selalu memberikan kejutan ditiap tahunnya, kejutan-kejutan tersebut berupa kegiatan, program pendidikan maupun even. Kegiatan ataupun even diselenggarakan pihak fakultas dan BEM Faperta. Untuk tahun ini saja sudah banyak even-even yang diselenggarakan pihak fakultas ataupun BEM Faperta yang sekarang ini dipimpin oleh Doddy Perwira (Gubernur Bem Faperta periode 2009/10) mahasiswa prodi Agronomi angkatan 2005. beberapa contoh even/ kegiatan yang sudah terlaksana di Fakultas Pertanian periode ini seperti; pelatihan karya tulis, seminar PKM, seminar sehari, ini belum terhitung prestasi fakultas pertanian yang telah mengirimkan porsi terbanyak untuk ke PIMNAS di jajaran fakultas di lingkungan Universitas Jambi untuk Program Kreatifitas Pertanian (PKM).

Semester ini kegiatan akbar yang bakal diselenggarakan BEM Fakultas Pertanian ialah “Seminar, loka karya dan milad ISMPI”. Dimana kegiatan ini bekerja sama dengan DPP ISMPI sendiri. Fakultas Pertanian UNJA ditunjuk sebagai tuan rumah atas beberapa pertimbangan dari Sekjend ISMPI sendiri, setelah membicarakan dengan institusi yang lain dan disetujui oleh pihak UNJA akhirnya ditetapkan kegiatan rutinitas ISMPI ini di Fakultas Pertanian UNJA. Rangkaian kegiatan ini direncanakan dilaksanakan pada bulan Mei mendatang.

Persiapan BEM untuk kegiatan “Seminar, loka karya, dan milad ISMPI” ini sudah hampir 70% (Sampai tulisan ini dimuat). BEM sudah menunjuk Yoppie (Mahasiswa Agribisnis angkatan 2007) sebagai ketua pelaksana. Dan sebagai follow up nya ketua pelaksana sudah membentuk kepanitiaannya sendiri yang diketahui BEM. Sampai sekarang panitia sudah beberapa kali melaksanakan rapat koordinasi untuk membahas persiapan kegiatan ini. Dari mulai persiapan konsep acara, kestari, humas publikasi, akomodasi transportasi, konsumsi sampai ke pendanaaan. Karena memang kegiatan akbar seperti ini memerlukan persiapan yang matang supaya tidak memalukan nantinya.


Pada awalnya wacana kegiatan ini di Jambi sebenarnya sudah ada sejak lama, namun belum bisa ditetapkan sampai dengan MUSWILIS ISMPI di Aceh kemarin dilaksanakan. Ya baru-baru ini ISMPI mengadakan MUSWILIS untuk Wilayah Sumatera di Universitas Syah Kuala, Aceh. Kegiatan ini diselenggarakan serangkaian dengan acara KEMAH BAKTI, dimana BEM Fakultas Pertanian UNJA juga mengirimkan delegasi yang diwakili oleh Doddy, Azwar dan Reno. Nah dari sinilah ahirnya keputusan diambil, kalau kegiatan “Seminar, loka karya dan milad ISMPI 2010” dilaksanakan di tanah bak regam, Jambi.
(Reno Armando)

Lestarilah Batik Jambi

Lebih kurang lima kilometer dari jembatan Aur Duri I menuju Seberang Kota Jambi, terdapat beberapa rumah yang dijadikan tempat produksi batik Jambi. Salah satunya adalah Batik Mentari. Terletak di jalan K.H Zuhdi RT 08 Kelurahan Ulu Gedong Kecamatan Danau Teluk.

Di halaman pagar depan, tumbuh empat batang pohon pinang dan cocor bebek. Terdapat rumah seluas tiga belas kali dua puluh meter berbentuk leter L dengan tiang beton berwarna kuning yang lehernya melingkar ukiran batik berbentuk kembang.

Nurjanah, perempuan berumur empat puluh dua tahun ini memulai usaha batiknya sejak 1995. Ia merupakan alumni SMAN 7 Seberang Kota Jambi. Belajar membatik ia dapatkan secara gratis dari teman kakaknya yang kebetulan adalah pengrajin batik.
“Belajarnya itu dak bayar, pada waktu proses pemberian warnonyo baru bayar”, katanya.

Apabila kita masuk ke dalam rumahnya, kita akan disuguhkan pemandangan batik-batik yang sudah jadi. Di kiri-kanan ruangan terdapat etalase yang berisikan baju, dasar pakaian, dan selendang dengan motif batik yang berbeda-beda. Ada motif Durian Pecah, Pauh, Durian Keris, Anggur Kupu-kupu, Angso Duo, Melati Rantai, Kapal Sanggat, Bungo Tanjung dan Melati Ancok. Di tengah-tengah ruangan berdiri beberapa patung mengenakan contoh batik.
Dalam pembuatan batik, ada beberapa proses yang harus dilakukan.
“Ada enam proses dalam pembuatan batik ini”, katanya.
Pertama, proses pemotongan. Kain-kain di potong dalam beberapa ukuran. Kedua, kain dicelup ke dalam zat berisi cairan. Ketiga, proses pembentukan motif batik, Ada yang di cap dan ada juga yang ditulis. Keempat, pencolekan atau pencelupan. Kelima, ditembok, ditutup untuk dijadikan warna. Dan yang terakhir adalah proses pelorotan, pada proses ini kain direbus untuk melepaskan lilin-lilin yang masih menempel.

Dalam proses pembuatan, Nurjanah dibantu tiga puluh orang karyawannya. Tujuh karyawan bekerja di rumahnya, selebihnya mengerjakan di rumah masing-masing.
“Alhamdulillah, sayo ko biso bantu program pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran”, katanya.

Untuk persediaan bahan baku ia mendapatkan langsung dari Solo. Mulai dari kain sutera, semi sutera, dan katun. Serta zat-zat pewarna untuk batik. Selain itu, bahan baku yang didatangkannya juga dijual kepada pembatik-pembatik lokal.

Dalam satu minggu, produksi batiknya menghasilkan tiga ratus potong. Satu potong berukuran dua meter. Jika dikalkulasikan rata-rata perbulan produksi batiknya mencapai seribu dua ratus lima puluh potong atau dua ribu lima ratus meter.

Untuk modal usaha, Nurjanah mendapatkan tambahan modal dari PT. Telkom, dengan jaminan sertifikat rumah beserta tanah, Pada awalnya ia diberikan pinjaman modal Rp 5-10 juta, lama kelamaan usahanya bertambah maju, dan ia diberi kepercayaan pinjaman modal hingga Rp 40 juta. Dengan bunga kredit 6% per-tahun, ia cicil setiap bulan.
“Kalau pinjam di bank mano semurah itu bungonyo”, katanya.
Di samping menerima pesanan pembuatan batik di rumahnya sendiri, ibu ini juga memasarkan di dua toko miliknya yang terletak di Sipin dan TAC.

Faridh, salah satu toko batiknya yang ia beri nama sesuai dengan nama anaknya. Terletak di jalan Kolonel Abunjani Sipin Jambi. Toko yang terletak di simpang lampu merah Sipin di antara salon Sophie Martin dan dealer Honda Sinar Sentosa. Di sini ia mempekerjakan dua karyawannya Ana (20) dan Diah (29). Dua wanita ini siap melayani pemesanan dan pembelian batik mulai 09.00-17.00, kecuali hari minggu yang hanya buka dari 08.00-14.00.

Di toko ini tersedia bahan-bahan batik sutera, katun, dan semi sutera. Harga di patok permeter untuk bahan katun 30.000, semi sutera 45.000, dan sutera 110.000. Sedangkan untuk pakaian jadi mulai 110.000 untuk bahan katun dan 350.000 untuk sutera. Pembeli tidak hanya berasal dari dalam kota saja. Pembeli asal Bangko, Kerinci, Bungo, dan Rantau Panjang juga sering berkunjung ke toko ini. Mereka cenderung membeli batik motif Durian Pecah dan Angso Duo. Rata-rata omzet perbulan toko Faridh bisa mencapai Rp 12.000.000-Rp 13.000.000, sedangkan toko miliknya Mentari, yang terletak di TAC perbulan mencapai hingga Rp 20.000.000.

Ketika ditanya karyawannya tentang gaji yang diberikan, mereka menjawab, “Kecil bang, perbulan cuma Rp 600.000, itu termasuk ongkos, makan dan pulsa”, kata Diah.

Nurjanah pernah ditawari untuk hanya menjual batik Jambi buatan Jawa, ia menolak.
“Kami ingin melestarikan batik Jambi buatan orang Jambi ko lah, kebanyakan pedagang di siko nak jual bae”, katanya.

Ia tidak ingin nantinya masyarakat Jambi tidak lagi memproduksi batik lokal. Sewaktu seorang pegawai Dinas Kehutanan dari Pusat datang ke rumahnya, pegawai tersebut mengatakan batik Jambi itu adalah ‘batik unik’. Kalau batik Jawa sudah lumrah. Untuk itu, ia berencana ingin membuka galeri batik di rumahnya.
“Kalo tanah di sebelah rumah ko mau di jual, nak kami besarkan tempat ko, biak orang enak bekunjung, walau sekedar nengok-nengok bae”, ujarnya.
(Sopian Hidayat)

Calendar Event Fakultas Hukum

Event –event yang akan diadakan Fakultas Hukum Universitas Jambi

A. Bulan Maret

1. Soundrecht, merupakan acara pagelaran musik seperti festival band. Kegiatan ini diadakan oleh UKM Musik Universitas Jambi. Pelaksanaannya pada tanggal 29 Maret 2010 bertempat di kampus Fakultas Hukum, pesertanya dari kalangan mahasiswa atau pelajar se-kota Jambi.

2. Dekan Cup Football Competition, yang akan diadakan pada bulan Maret di lapangan Fakultas Hukum.

3. Pembentukan Komunitas Teater & Nasyid.

4. Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Fakultas Hukum.


B. Bulan April

1. Perlombaan Karya Tulis Ilmiah.

2. PASEBU (Pagelaran Seni Budaya), merupakan acara yang betujuan melestarikan budaya yang ada di Jambi khususnya. Jenis-jenis perlombaan yang akan diadakan antara lain musikalisasi puisi, band, drama, LCT dan tari. Kegiatan ini diadakan oleh BEM Fakultas Hukum yang bekerjasama dengan BEM FKIP Universitas Jambi. Kegiatan ini belangsung selama 3 hari, yaitu pada tanggal 15-17 april di TBJ (Taman Budaya Jambi). Kegiatan ini diikuti oleh seluruh mahasiswa dan pelajar se-provinsi Jambi. Pada malam harinya akan diadakan pagelaran paguyuban-paguyuban yang ada di provinsi Jambi.

B. Bulan Mei

1. Footsal Cup
2. Pengabdian Masyarakat.Sosialisasi Undang-undang Pertanahan, Undang-undang Lalu Lintas dan penyuluhan remaja Desa.

3. Lomba Cepat Tepat Ilmu Hukum

4. Lomba Debat Konstitusi
C. Bulan Juni

1. Closing BEM

2. Study Tour ke Bangka Belitung.

PG-SBI UNJA

Ini bukanlah suatu pilihan, tapi tuntutan. Sekolah Bertaraf Internasional adalah suatu tuntutan.Pada tahun 2010,Provinsi Jambi telah memiliki Sekolah Bertaraf Internasional untuk tingkat mahasiswa di Universitas Jambi. Tahap pertama yang ditawarkan pada mahasiswa adalah program MIPA, yang meliputi: Pendidikan Kimia, Pendidikan Fisika, Pendidikan Biologi, dan Pendidikan Matematika.
Ketua program PG-SBI, Drs. Damris, M, M.Sc.Ph.D, menuturkan :”bahwa dari 22 Universitas yang mengajukan proposal, hanya 12 Universitas yang mendapatkan kepercayaan untuk menjalankan program ini, dan salah satunya adalah Universitas Jambi. Dengan dana kurang lebih setengah miliar dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), UNJA dipercaya untuk membuka Pendidikan Guru Sekolah Bertaraf Internasional (PG-SBI) pada periode 2010-2013.
Mahasiswa Reguler angkatan 2007,2008, dan 2009 diberikan kemudahan untuk mengikuti program ini dengan biaya normal. Namun, untuk ikut serta di dalamnya, mahasiswa harus mengikuti tes bidang studi masing-masing dengan menggunakan Bahasa Inggris. Selain itu, mereka juga harus melampirkan IPK semester ganjil. Mahasiswa yang dinyatakan lulus, akan segera mengikuti program ini,dimulai dari semester genap minggu depan paling lambat.
Dalam kegiatan pembelajarannya, program PG-SBI diselenggarakan dalam kelas-kelas khusus yang masing-masing hanya terdiri dari 20 - 25 orang mahasiswa. Perkuliahan disampaikan dalam Bahasa Inggris secara bertahap. Untuk tahun pertama paling sedikit dua mata kuliah yang disampaikan dalam Bahasa Inggris dari jumlah mata kuliah seluruhnya pada semester tersebut. Jumlah mata kuliah yang disampaikan dalam Bahasa Inggris ini akan terus bertambah sehingga pada tahun keempat kegiatan perkuliahan PG-SBI ini akan disampaikan dalam Bahasa Inggris seutuhnya.
Selain itu PG-SBI juga memiliki 5 program yang harus dicapai, yaitu perkuliahan SBI berbasis Inggris ICT, workshop perkembangan kurikulum guru SBI, Pengembangan bahan ajar Inggris dan perangkat pembelajaran, sosialisasi program PG-SBI, Peningkatan skil ICT dan Bahasa Inggris.
Program PG-SBI mampu melahirkan para alumnus yang dapat mengaplikasikan teknologi dan komunikasi dalam proses belajar mengajar dengan baik, mampu menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris secara efektif, guna memenuhi persyaratan sebagai guru di Sekolah Berstandar Internasional.(Anike Ajzarya dan Hardiyanti)

Saeno, 18 Tahun di Aceh, 9 Tahun ‘Mengungsi’ di Sumber Sari, Purwodadi, Tanjung Jabung Barat




Ketika Aceh bergejolak, Saeno sekeluarga memutuskan lari menuju Jambi. Keputusan ini diambil tidak lain agar ia sekeluarga selamat dari peperangan. Setelah sembilan tahun berada di Jambi, ia terus berharap akan kemapanan hidup keluarganya. Meskipun harta tak ia bawa, keluarganya membuat Saeno percaya bahwa roda kehidupan akan mengubah nasib istri dan anaknya.
Saeno mendiami suatu daerah pelosok di Aceh Selatan, Aceh Singkil namanya. Ia ingat betul pada umurnya yang masih muda, 20 tahun kala itu, ia bersama orangtuanya merantau ke Aceh dari Jawa.
“Pada 1982 saya merantau dari Ngawi, Jawa Timur ke Aceh bersama keluarga. Umur 20 tahun saya sudah berada disana,” papar pria berumur 48 tahun ini mengenang.
Ia melanjutkan bahwasanya keadaan saat dimana ia tiba Aceh masih aman. Ia membuka lahan karet dan sawit. Dan itu dilakukannya selama 18 tahun. Jatuhnya Presiden Soeharto, membuat Aceh bergejolak lebih keras, pertempuran antara gerilya GAM dan tentara Indonesia sering berimbas pada para pendatang, membuat ia dan keluarganya merasa tidak betah. “Sangat rawan” ujar pria tersebut. “Apalagi selama satu minggu TNI belum datang ke Singkil,” katanya.
Lalu, ia menceritakan keadaan di rumahnya, “Kalau siang kami sekeluarga di rumah, sedangkan malam harinya kami terpaksa ke kebun, tepatnya dibelakang bukit dekat Singkil.”
Mengakui bahwa Aceh sangat rawan, ia mencontohkan beberapa keluarga di dekat rumahnya dibunuh oleh GAM. Pembunuhan menjadi berita sehari-hari yang ia dengar, anak kecil yang dibunuh bukanlah hal asing baginya. “Banyak keluarga yang dibunuh, seingat saya ada lima orang laki-laki di Singkil dibunuh. Saya pun kenal orang GAM yang dibunuh dan dibelah kedua tubuhnya dengan menembakkan peluru ke tubuhnya,” katanya.
Melawan GAM menurutnya sama saja meyerahkan nyawa. Ia tidak bisa melawan karena GAM memakai senjata api, sedangkan ia tidak memiliki satu senjata pun. Istri Saeno, Sulangsih, mengutarakan bahwa peristiwa tersebut mempengaruhi kehidupan mereka. Wanita berbaju gamis ini serta merta berkata, “Makan dan tidur terancam. Bahkan satu bulan tidak tidur.”
Dengan keadaan Aceh di Singkil yang sangat rawan, Saeno memutuskan beranjak dari tempat yang sudah 18 tahun ia tempati. Rumah, kebun karet dan sawit masing-masing sebesar 1 ha ia relakan.
Hujan mengiringi kepergian Saeno sekeluarga dari tanah Singkil. Tanah liat di pegunungan menyaksikan perjuangan keluarga yang beranggotakan lima orang ini. Lima truk sawit dan 300 KK dari Singkil membawa mereka pergi.
“Tepatnya Februari 2001, kami keluar dari rumah dan naik truk sawit yang bermuatan 10 KK/truk. Saat itu hanya hujan yang mengiringi kepergian kami dari rumah. Air mata saya menetes, tapi bukan karena menangis. Saya berkata, ‘cobaan apalagi ini ya Allah?’”
Sekitar 300 KK dari 500 KK di Singkil bertolak menuju Transito, tempat dimana mereka bisa mengungsikan diri, aman, dan menjamin keselamatan keluarganya. “Selama satu minggu kami di pengungsian, tepatnya di Kec. Sepulus Salam, Transito.”
Berada di pengungsian tidak pula membuat perasaan Saeno tenang. Ia lalu memutuskan pindah ke Jambi. Hal ini disetujui oleh istri Saeno, yang saat itu membawa anak berumur satu bulan. “Anak kami, Ahmad, dibawa ke Jambi. Saat itu umurnya baru satu bulan.”
Akhirnya pada Maret 2001, ia sekeluarga pindah ke Jambi bersama 17 KK lainnya. Menurutnya hanya ada dua alasan mengapa Jambi menjadi pilihannya. “Saya bisa mencari nafkah sebagai buruh di PT dekat sini, lagipula ada saudara saya juga. Kami sudah tidak tahan, daripada nyawa keluarga terancam kan?”
Transito-Jambi, melewati Bungo, malam pekat, hingga jam 3 subuh ia tiba di Jambi. Bukan hanya kenangan perjalanan melewati Bungo saja yang Sulangsih ingat, ia masih ingat bagaimana menahan rasa lapar. “Dua hari dua malam kami tidak makan, anak saya Santi menangis karena kelaparan. Semuanya kami tahan, asalkan kami bisa berada di tempat yang aman.”
Petang menunjukkan peraduannya. Saeno, melanjutkan ucapan istrinya, “Sekitar 17 KK (40 jiwa) dari Aceh datang ke desa Sumber Sari ini. Hanya saja yang bertahan disini tinggal delapan KK. Selebihnya sudah merantau ke ranah lain.”
Asing, itulah yang Saeno rasakan bersama keluarganya saat tiba di desa Purwodadi. Bahkan bukan hanya asing, hinaan sempat mampir ke telinganya. “Dulu kami dianggap asing. Tetangga sering menghina, namun kami tetap bersabar.”
Bantuan sangat diharapkan Saeno. Pengungsi yang baru datang ke sebuah tempat asing pasti mengharapkan pertolongan dari pihak setempat. Tapi ia tak dipedulikan pihak desa!
“Sama sekali tidak ada tanggapan dari pihak desa saat kami baru disini. Bantuan pemerintah seperti BBM pun tidak mampir ke kami. Hanya sekali bantuan yang saya terima, itupun dari pemerintah Aceh yang disalurkan dari Pekanbaru. Uang yang kami terima cukup besar, yakni Rp. 7.000.000,-, serta 100 kg beras. Jadilah buat pesangon lebaran,” ungkap Sulangsih.
Seketika buruh menjadi pilihan pertama pria ini. Ia sempat menjadi buruh di PT. WKS selama empat tahun. Gaji pertamanya sebesar Rp.17.000/hari ia kumpulkan bersama istrinya. Alih-alih ingin mencari pekerjaan lain, Saeno melepaskan mata pencahariannya. Ia beralih mencari getah meranti.
“Tidak apa-apa lah saya buka ceki. Saya dak punyo lahan, jadi saya mencari getah meranti. Ini saya lakukan bertahun-tahun, karena tidak ada pekerjaan lain yang saya lakukan,” ujarnya seraya menunjukkan getah meranti. Permukaan yang kasar dan teksturnya yang bergelombang, meninggalkan kesan tersendiri bagi saya.
Istrinya pun tidak tinggal diam, bekerja sebagai buruh di PT. Trimitra Lestari, Sulangsih lakukan demi menghidupi keluarga.
“Sehari-hari saya naik sepeda ontel. Setengah enam pagi saya mulai berangkat, jam dua siangnya saya balik ke rumah. Pendapatan mencukupi kebutuhan keuarga, perharinya saya dapat Rp. 27.000,-,” ujarnya.
Empat tahun lamanya ia dan istrinya mengumpulkan uang untuk membeli rumah. Uang senilai Rp. 7.000.000,- terkumpul pada 2004. “Satu-satunya harta kami yang paling berharga saat ini ya rumah ini. Kami beli tahun 2004 silam.”
Bagi Saeno dan keluarganya, rumah kayu papan berwarna biru ini membuat ia terkenang kembali, setelah lahan karet dan sawit ia relakan saat Aceh bergejolak. Gundukan tanah berlapis beralaskan karpet plastik di ruang tamu rumah berukuran 20 × 50 m ini mengingatkan saya akan rumah teman sewaktu di Nipah Panjang dahulu. Di dinding rumahnya terpampang foto Wali Songo, lukisan, serta foto pernikahan anak tertuanya, Swarni, dengan pria asal Sragen, yang juga menempati Sumber Sari. Televisi LG juga menjadi ciri khas rumah ini.
“Sedih rasanya jika mengingat peristiwa tersebut. Kami meninggalkan rumah dan kebun di Singkil. Badan saya dulu haahh tinggal tulang, hanya kulit yang melingkupi tubuh saya!” katanya.
Kebun sawit yang ia tinggalkan saat di Aceh berjumlah 225 pokok batang sawit. Sekarang ia hanya mampu merawat 15 batang sawit di belakang rumahnya. Harapan yang keluar dari mulut Saeno terlontar, “Saya ingin lahan sendiri untuk menanam sawit.”
Saat diminta menunjukkan KTP-nya, ia mengeluarkan dua buah KTP, dan ia berikan kepada Mas Andreas, guru saya di workshop menulis beberapa waktu lalu. Saya melihat sebuah KTP bertuliskan nama Saeno. Dua-duanya lusuh, menguning karena dimakan waktu. Satu tersobek, satunya lagi masih utuh. Baginya, KTP ini sebagai kenang-kenangan saat berada di Aceh.
Kini, TSM Blok C Jl. Arjuna, Dusun Sumber Sari ini telah mengukir sejarah hidup yang tidak bisa ia ceritakan selama satu hari kepada kami berdua. Disamping Saeno dan Sulangsih, seorang bocah berumur satu bulan yang dibawanya ke Jambi telah mencicipi bangku SD. Anak paling bungsunya ini seketika melihat kamera saat aku memotretnya. Lucu, dan narsis juga anak ini, batinku.
Sulangsih yang sedari tadi ikut ngobrol bersama kami pun berceletuk, “Alhamdulillah kami sudah punya rumah. Anak sudah besar. Kami berharap anak kami kelak bisa mengubah kehidupan kami. Roda hidup terus berputar. Mudah-mudahan ada pekerjaan yang lebih layak bagi kami.”
Saya melihat kembali beberapa foto yang tadi sore saya ambil sebelum berpamitan dengan keluarga tersebut. Saya masih ingat, Ahmad malu-malu saat diajak berfoto. Saya berpose bersama mereka. Saya berada di tengah, Saeno berada di sisi kanan, dan Sulangsih mendekat di sebelah kiri saya. Ucapan Saeno terngiang di kepala ini. Berkali-kali terdengar di telinga hingga pukul 19.26, dan mengingatkan pada mama dan papa yang kutinggal di rumah setelah empat hari berada di CD PT. WKS. Kebahagiaan merupakan dambaan bagi keluarga Saeno, dan begitu pun bagi diriku.
“Harta dan kekayaan bisa dicari, tapi tidak halnya pada anak dan keluarga.” (Bella Moulina)