Beasiswa seharusnya diperuntukkan bagi mahasiswa tidak mampu, yang secara ekonomi kesulitan untuk membiayai kehidupannya. Bila yang terjadi di lapangan adalah mahasiswa mampu menerima beasiswa, maka lain cerita. Bagaimana pihak akademik menanggapi hal ini?
Pada tahun 2009 lalu, tercatat ada 14 beasiswa yang disediakan oleh Universitas Jambi untuk mahasiswanya. Beasiswa yang paling banyak diikuti adalah BBM, PPA, PT. Djarum, Diknas, dan Eka Tjipta Foundation. Meski begitu mahasiswa mengambil peluang lebih untuk mendapatkan beasiswa. Faktanya, banyak mahasiswa mampu yang mengambil beasiswa, sedangkan beasiswa harus melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) sebagai persyaratannya.
Pak Yusuf selaku Ketua BAAPKSI, memaparkan fenomena ini.
“Kami menargetkan penerima beasiswa BBM/PPA tahun ini sebanyak 2800 calon penerima. Kalau beasiswa Conoco Philip, menjelaskan bahwa ‘mahasiswa layak menerima beasiswa karena tidak mampu’. Hal ini sudah tersiratkan bahwa beasiswa memang mensyaratkan tidak mampu,” ujarnya.
Ia pun melanjutkan bahwasanya semua beasiswa memang mencantumkan surat keterangan tidak mampu sebagai syarat untuk menerima beasiswa. Ia berkata, “Donatur dari pemberi beasiswa memang mencantumkan SKTM sebagai persyaratannya. Kita tidak bisa mengubah keputusan tersebut.”
Adanya fenomena mahasiswa mampu yang mengambil beasiswa, Pak Yusuf mengatakan ini kembali pada diri masing-masing mahasiswa. Berikut TROTOAR kutip pernyataan beliau mengenai hal ini.
“Kurang mampu itu relatif, tergantung dimana yang bersangkutan berada, serta lingkungan dan tanggungan. Jadi, kembali pada diri masing-masing, apakah mampu atau tidak? Kita tidak mungkin mengecek rumah satu per satu, jadi mahasiswa yang tidak mampu wajib melampirkan SKTM, dan SKTM ini dianggap sudah menjadi indikator mengenai kemampuan finansial masing-masing penerima beasiswa,” paparnya.
Meskipun begitu, ada beberapa beasiswa yang mengkhususkan untuk menerima mahasiswa berprestasi. Salah satunya PT. Djarum, Pak Yusuf mencontohkan.
“Lain halnya dengan beasiswa untuk mahasiswa berprestasi, ia tidak melampirkan SKTM. Dengan begini, kita sudah jelas mengetahui, beasiswa untuk mahasiswa tidak mampu atau mahasiswa berprestasi,” ujar pria ramah ini.
Ditemui di tempat berbeda, kru TROTOAR menyambangi salah satu penerima beasiswa PT. Djarum 2009/2010, Tri Hartono. Ia satu diantara lima orang penerima beswan (beasiswa Djarum, red). Ia berpendapat mengenai hal tersebut.
“Sebenarnya saya sendiri tidak tahu bagaimana pihak akademik mengklasifikasikan mahasiswa tidak mampu atau sebaliknya. Saya kecewa melihat fenomena seperti ini, karena orang yang tidak mampu bahkan tidak menerima beasiswa, sedangkan yang mampu malah mendapatkannya. Mungkin mereka kesulitan dalam mendapatkan SKTM atau surat keterangan gaji, maka tidak mengajukan beasiswa,” ungkap Tri.
Fenomena ini diharapkan Tri tidak terulang kembali. “Sadar dirilah bagi mahasiswa yang mampu. Alangkah baiknya jika beasiswa tersebut dihibahkan kepada mahasiswa yang benar-benar membutuhkan,” katanya.
Menangapi hal ini dari pihak dosen Ibu Rosyanti yang dimintai keterangannya via telepon mengaku kecewa mengetahui bahwa ada mahasiswa mampu yang justru menerima beasiswa.
“Jika benar di lapangan ditemukan adanya mahasiswa yang tidak layak menerima beasiswa ternyata tetap menerima, menurut saya itu adalah pelanggaran. Beasiswa mahasiswa tersebut sudah selayaknya dicabut.” Tukasnya.
Menurut keterangan beliau, PD 3 sebenarnya telah mengantisipasi hal demikian ini dengan memberikan tes wawancara bagi setiap calon penerima beasiswa. Namun, sewaktu TROTOAR mengkonfirmasikan hal ini kepada ketua BAAKPSI, ternyata yang menerapkan sistem ini hanya Fakultas Pertanian.
“Hal itu sebenarnya tergantung kebijakan fakultas. PD 3 Fakultas Pertanian melakukan hal demikian supaya beasiswa dapat dikontrol dan agar mahasiswanya mengenal PD 3 dari fakultasnya.” Katanya.
Ditanya mengenai harapan mengenai beasiswa ke depannya, Bu Rosyanti berharap agar mahasiswa yang mampu memberikan kesempatan pada yang benar-benar tidak mampu.
“Seharusnya beasiswa itu memang hanya diperuntukkan bagi mahasiswa tidak mampu. Masalah ini juga menyangkut etika, kejujuran mahasiswa yang menyalahi aturan seperti ini jelas dipertanyakan. Mahasiswa yang layak menerima beasiswa tentu yang mampu melengkapi persyaratan tanpa kecurangan yang demikian.” Jelas dosen yang pernah mengenyam pendidikan di UNJA ini.
Sejalan dengan Bu Rosyanti, Pak Yusuf juga memiliki harapan yang sama. Sudah seharusnya mahasiswa yang tidak mampu mendapatkan bantuan finasial untuk melanjutkan kegiatan kuliahnya. Beliau juga menginformasikan, demi memeperbesar peluang mahasiswa tidak mampu untuk menerima beasiswa, maka IP minimum yang akan disyaratkan dalam beasiswa BBM yang akan datang dapat turun menjadi 2.
“Mahasiswa yang kurang mampu itu terkadang memiliki IP yang rendah. Hal ini terjadi bukan karena ketidakmampuan mahasiswa dalam mengikuti pelajaran. Mahasiswa tidak mampu itu biasanya tidak memiliki waktu yang cukup untuk belajar. Banyak mahasiswa tidak mampu melakoni dua peran sekaligus, yaitu sebagai mahasiswa dan juga penopang finansial bagi dirinya sendiri, terutama bagi mahasiswa yang hidup mandiri. Hal ini mengakibatkan bisa saja proses kuliah si mahasiswa sedikit terganggu. Hal yang demikian inilah yang harus kita ayomi. Agar mahasiswa yang terjebak dalam kesulitan finansial namun mengalami hambatan dalam memperoleh IP yang tinggi tetap memiliki kesempatan untuk mendapatkan beasiswa.” Tutupnya mengakhiri pembicaraan. (Bela Moulina dan Cholidah)
Minggu, 21 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar