Silvina Yuza
Pagi ini Anja telat masuk kelas gara-gara Bus KPN tak muncul-muncul hingga pukul 7.45. Mestinya dia masuk pukul 8.00 di kampus Unja Mendalo. Anja mengontrak sebuah rumah di kawasan kampus Unja Telanai. Butuh tiga kali naik angkutan umum untuk sampai ke kampus dengan maskot angsa menggigit keris. Dia putuskan naik angkutan umum pagi itu. Tapi tetap saja telat, bagaimanapun usaha Anja.
Di sudut lain, sehabis kuliah, Warjito dan teman-teman baru saja keluar dari kelas dan berniat langsung pulang. mereka bermaksud naik bus kampus untuk pulang. Bus kampus yang biasa berwarna biru tua dan punya ukuran 5 kali angkutan umum biasa berubah wajah jadi Mini Bus. "Tak usah bingung, kemarin warnanya orange, kukira atas dasar cinta kampus, ternyata pagi ini ganti lagi toh?" Saprimin menjelaskan panjang lebar pada Warjito.
Dua kejadian diatas mungkin cuma ilustrasi, tapi pembaca pasti setuju kalau ini benar-benar terjadi di seputaran kampus. Anja, Warjito dan Saprimin setidaknya adalah gambaran mahasiswa yang eksis dikehidupan nyata.
KPN (kelihatannya) Bukan Pilihan
Beberapa tahun yang lalu, diadakan peremajaan BUS Kampus dengan menjual aset sebelumnya dengan jumlah 11 unit bus. “Mobilnya sudah tak layak pakai lagi, anda tahu lah bagaimana kondisi mobil KPN sebelum ini?” Kata Ermis. Hasil penjualan di kelola oleh pihak KPN(Koperasi Pegawai Negeri) Unja untuk membangun sebuah Mini Market atas nama KPN Tridharma. Sedangkan biaya peremajaan Bus Kampus berasal dari pengajuan pinjaman pada Bank Bumi Putera.
Gambaran presentasi pinjaman nya seperti ini 70 % dari biaya pembelian armada baru murni pinjaman dari bank. Karena Bank tak akan bisa memberikan pinjaman 100 %. Sedangkan 30 % dari dana itu berasal dari Ikbal Grup sebagai pihak penjamin dan merupakan pengelola penuh dari angkutan Bus Mahasiswa. KPN membentuk kerjasama yang dinamakan Kerja Sama Operasional. Artinya, yang tercatat memiliki hutang pada Bank sebagai peminjam adalah KPN. Namun pada kenyataanya seluruh operasional yang adalah biaya perawatan, pengecekan layak jalan, pengaturan keuangan, termasuk yang memikirkan masalah bayar hutang ke Bank adalah bagian pengelola dari Ikbal Grup.
Ikbal Grup merupakan sebuah lapangan usaha yang bergerak pada urusan Tranportasi. Sering sekali menggandeng PO (Perusahaan Oto) penyewaan mobil lain di Jambi untuk bersama-sama melayani costumer.
Dengan penggabungan antara pinjaman pada Bank ditambah dana penjamin yang dikeluarkan oleh Ikbal Grup, awalnya KPN membeli 2 bus Marcedes Benz senilai 860 juta per unit. Mobilnya benar-benar baru. “iyalah, dari dealer langsung”. Pada 2005, diajukan lagi pinjaman dengan cara yang sama. Setelah itu BUS KPN jumlahnya 7 unit.
Bisnis baru milik KPN ini awalnya selancar jalan tol. Estimasi yang dijanjikan pada pihak Bank adalah sekitar 3500 penumpang perhari. Pengadaan 7 Bus KPN AC bisa mendatangkan 3 juta perhari kepada pihak pengelola. Hitungannya adalah bahwa mereka tetap memikirkan bayar hutang ke Bank. Pada 2005, angsuran yang diajukan oleh Bank adalah 75 juta perbulan. Tentu saja ini bukan masalah. Dalam 25 hari masa kerja, angsuran ini akan terpenuhi. Hasil perjalanan mobil diluar itu, akan bisa dinikmati sendiri.
Selamat Tinggal Kenangan Indah
Ermis, pengelola Bus mahasiswa dari pihak Ikbal Grup, mengatakan kelancaran perjalanan bisnis transportasi milik mereka hanya bisa setahun dinikmati. Kenyataannya, jumlah penumpang yang menggunakan Bus mahasiswa lambat laun tak sebanyak awalnya. Imbasnya, pada setoran. Tahun 2006, setoran menurun menjadi 1,7-1,6 juta perhari. 2007-2008 1,5 juta perhari, 2008-2009 5-7 ratus ribu perhari. Pernah pada tahun 2009 kata Ermis, uang setoran hanya mencapai 400 ribu.
Jelasnya, 2008 mereka mulai merencanakan untuk menyewakan Bus KPN ke luar kampus.
Ada sebuah komentar Ermis yang jika mengingatnya akan membuat kami tertawa. "Ya, gara-gara ada program motor murah itu, bahkan sekarang ini bisa mengambil motor tanpa uang muka kan?"
Motor adalah competitor terbesar mereka. Pengguna motor di kampus telah menjamur. Menyingkirkan eksistensi Bus mahasiswa. "Inilah bisnis, kami tak mungkin bertahan jika pasar utama nya telah berkurang. Dari 100% yang tersisa sekarang adalah 30%. Seorang supir butuh membiayai dirinya juga. Sekarang ini, mereka hanya bisa mengantongi 40 Ribu nambang seharian untuk mahasiswa, dikurangi uang rokok, uang gaji kenek dan.... bla bla bla" . Ermis menjelaskan jauh dramatis dari Bang Blek, supir setia untuk bus Mahasiswa.
KPN (seperti) kehilangan penumpang
Maka merugikan jika harus tetap mengoperasikan 7 unit untuk angkutan mahasiswa.
Jelita seorang pengguna Bus Mahasiswa yang kini mengalihkan perhatiannya pada angkutan kota biasa. Tak ekonomis pasti. Membuang waktu, tenaga, lebih banyak uang, dan tentu saja keadaannya tak senyaman Bus mahasiswa. Tak akan ada AC yang menyejukkan. Tak akan ada musik Bang Blek yang mengalun- ngalun, Tak akan ada kesempatan minta ditungguin sambil berlarian ke arah Bus. itu kenangan indah mengejar KPN
Pertanyaannya, mengapa mahasiswa memilih pergi sendiri ke kampus, membawa kendaraan sendiri dengan segala resiko tranportasi, atau pilihan sulit lainnya naik angkutan kota, (ojek juga sering). Padahal KPN nyaman.
Jalan-jalan menuju kampus mendadak jadi lahan parkir tak beraturan. Padahal dulunya, Dosen dan karyawan sekalipun menggunakan angkutan khusus Dosen dan karyawan.
Pertanyaan lain, benarkah KPN kehilangan penumpang begitu besar di kampus. Kemudian membuat mereka memutar setir, menjadi angkutan Bus yang mengangkut tenaga kerja milik perusahaan besar di Jambi yang berlokasi di Tanjung Jabung Barat. Atau berubah fungsi menjadi bus wisata yang sengaja disewa para pelancong negeri Jambi.
Jawabannya bervariasi. Pembaca yang bisa memutuskan sendiri.
Saat KPN butuh jalan Keluar
Kamis sore, di kampus Unja Telanai kru Troroar menemui Yacob. Seorang dosen fakultas ekonomi. Sekaligus ketua umum Koperasi Pegawai Negeri Unja. Menjabat sejak 2003. Berhasil membangun dengan baik usaha Mini market Tridharma. Memperkerjakan 25 karyawan toko. Dulunya Cuma 2 orang saja.
Ada yang tak bisa diselesaikan dengan baik oleh Yacob. Yacob bilang, sejak dirinya diberikan amanah sebagai ketua KPN, keadaan usaha yang satu ini belum sepenuhnya dia jawab. “Bisnis Transportasi memang susah. Ia unpredictable. Termasuk jumlah penumpang. Mungkin manajemen angkutannya telah baik, tau tau penumpangnya gak ada.”
Yacob bilang semua ilmu yang dia pelajari di Ekonomi telah dia pakai. Sistem kerja sama operasional juga dianggap akan melancarkan usaha ini. Tapi kenyataannya, tak segampang yang dia pikirkan. “Jika dulu kita ngutang ke Ikbal Grup, sekarang mereka yang punya piutang sama kita. Uang penjamin yang dulu nya kita pinjam telah lunas kami bayar sama Ikbal Grup.”
“Pernah beberapa saat yang lalu, petugas dari Bank datang nagih ke saya. Saya bilang saja “sana tagih ke operasionalnya. Semua-muanya ada sama mereka. Kalau nunggu dari kita, kita juga lagi nunggu dari mereka” Yacob bercerita.
Yacob banyak menganalisa pilihan-pilihan yang bisa dijadikan jalan keluar untuk KPN
- Dimulai dengan jalan keluar paling ekstrem. Kita bisa saja jual seluruh Bus KPN. Minta sedikit bagian penjualan. Lalu benar-benar mengakhiri kepusingan KPN. Tentu saja ini bukan keputusan baik untuk mahasiswa yang seumur hidupnya akan setia pada Bus KPN. Bisa saja, karena dianggap menyulitkan, mereka benar-benar berhenti kuliah. Who Knows?
- Cara kedua mungkin lebih bisa diterima. KPN akan menyerahkan sepenuhnya pengelolaan kepada pihak luar. Intinya tidak ingin pusing juga. KPN hanya minta royalty nya sebagai Agen Tunggal Pemegang Merk. Tapi mungkin BUS KPN akan lebih sering menjadi angkutan di luar, karena tidak dianggap mendatangkan untung.
- Cara yang ke tiga dinilai paling bijak. KPN akan memakai system seperti di UNAND. Biaya Transportasi selama 6 bulan akan dimasukan ke tagihan uang kuliah setiap semester. Mahasiswa tak akan melihat penagih ongkos lagi didalam Bus. KPN akan jalan ada atau tidak ada penumpang. KPN akan berangkat dan sampai tepat waktu.
Hal yang mudah ditebak akan terjadi. Mahasiswa yang memilih menggunakan kendaraan pribadi akan menolak dengan keras putusan ini. KPN bisa dianggap memonopoli atau semacamnya. Tapi untuk rasa sosial sesama mahasiswa apa pikiran seperti ini tak bisa digugurkan. Dianggap merugikan, Karena tak naik tapi harus bayar.
Masalahnya begini, di UNAND pun, naik atau tidak naik KPN, mahasiswa akan tetap bayar. KPN merencanakan pembayarannya hanya 60 Ribu persemester. Lebih murah dari uang Praktek mahasiswa Eksakta ataupun Non Eksakta. 10.000 setiap bulan, mahasiswa diperkirakan akan naik Bus KPN pulang pergi.
Mahasiswa juga akan terhindar dari masalah “Kematian sebelum Wisuda”. Berapa banyak mahasiswa UNJA yang diwisuda oleh kecelakaan sebelum di wisuda oleh Rektor?. Mahasiswa suka melupakan hal ini. Kampus kita berada di jalan Lintas. Mobil Angkutan hampir sepanjang kereta api berlalu lalang disela kendaraan pribadi. Kemungkinan kecelakaan 2 kali jauh lebih besar di jalan Kota.
4. Minibus bermuatan 15 orang, diletakkan sebagi opsi keempat. Alasannya mini bus akan cepat penuh. Tak aka ada mahasiswa mengomel karena telat. Sistemnya nanti bisa seperti Travel. Beli tiket langsung bias naik. Tapi ongkosnya mungkin akan bertambah mahal mengimbangi penumpangnya yang sedikit.
Ini sejumlah jalan keluar yang akan didiskusikan pada rapat anggota April mendatang. Jika Yacob mempersiapkan jalan keluar untuk masalah ini. Ermis tak masalah dengan keadaan mini bus digandeng dengan Bus Besar. Baginya apapun keadaanya, dia akan tetap tampil dikampus. “KPN akan tetap ada”. Katanya.
1 komentar:
apakah KPN masih ada di tahun 2014 ini ?
saya berkeinginan tidak naik kendaraan pribadi ke kampus Unja Mendalo karena memang berbahaya.
tapi sepertinya tidak ada lagi ya ?
Posting Komentar